Kepada KAI; Sebuah Mimpi


Sejauh ini, Komunitas Arsitektur Islam atau yang sering disebut KAI memang masih belum berhasil dalam perjuangan strukturalnya. Tapi hal ini tidak menutup kemungkinan-kemungkinan lainnya yang masih patut untuk diperjuangkan. KAI dibentuk oleh teman-teman arsitektur UMS dengan tujuan memberikan wadah kepada para mahasiswa penggiat arsitektur Islam. Dalam perjalanannya, KAI mengalami perkembangan visi dan misinya. Dengan bantuan serta bimbingan para ustadz, dosen  dan komponen pengarah lainnya KAI telah sukses melakukan kajian-kajian rutin, bedah film, hingga seminar lintas disiplin ilmu. Saya bersyukur teman-teman di KAI telah begitu semangat dan serius untuk terus aktif menggiatkan pengkajian arsitektur Islam. Dengan tidak menyampingkan pencapaian-pencapaian KAI sejauh ini, ada beberapa harapan saya pribadi sebagai anggota KAI cabang Bekasi  (hehehe) kepada teman-teman yang masih aktif mengurus komintas ini di kampus UMS tercinta.

Sejak awal diinisaikannya komunitas ini, bukannya tanpa perencanaan, teman-teman sudah mencoba untuk memberikan arah gerak KAI kedepannya. Dirasa perlu dibuat rel yang jelas agar pergerakan KAI ini lebih terarah. Saya mencoba memberikan tiga strategi yang seharusnya dapat dicakup oleh Komunitas Arsitektur Islam. Tiga strategi ini yang kurang lebih juga digunakan oleh ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia) di awal pergerakannya dahulu.Tiga strategi tersebut yaitu  strategi struktural, strategi kultural, dan strategi mobilitas sosial (dalam lingkup KAI menjadi strategi mobilitas mahasiswa muslim).

Strategi Struktural. Strategi ini identik dengan pergerakan politik, perebutan kekuasaan. Tetapi bukan itu yang saya maksud. Tidak ada keinginan untuk menyarankan KAI agar berafiliasi dengan salah satu parpol atau orpol. Saya rasa itu tidak ada gunanya. Strategi struktural yang dilakukan oleh KAI bukan dalam rangka memperebutkan kekuasaan, tetapi lebih kepada pergerakan-pergerakan dalam struktur atau ‘legal standing’ komunitas ini untuk menjamin keberlangsungan tujuan utama dari KAI, yaitu pengkajian ilmu arsitektur Islam. Kita harus realistis, seringkali agenda-agenda KAI terhambat dikarenakan ketidak jelasan ‘legal standing’ komunitasnya. Diharapkan strategi ini mampu memberikan kejelasan keberadaan KAI, seperti misalnya posisi KAI dengan KMTA UMS, KAI dengan PSAI, KAI dengan Jurusan Arsitektur UMS, bahkan kedepanya KAI dengan peer group di luar sana yang tentu jalurnya adalah struktural. KAI bisa menjadikan IMAMUPSI (Ikatan Mahasiswa Muslim Psikologi) sebagai contoh gerak strategi strukturalnya.

Strategi Kultural. Strategi ini memberikan arah gerak KAI dalam usahanya melakukan ‘penyadaran’. Berusaha untuk mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku mahasiswa arsitektur, baik yang sudah ataupun belum tergabung dalam KAI, agar menyadari bahwa keilmuan arsitektur Islam atau Islamisasi arsitektur sangat mendesak dan diperlukan. cara-cara penyadarannya dapat berupa kajian-kajian rutin, bedah topik, seminar, FGD, publikasi tulisan, dan lain sebagainya. Dalam strategi kultural ini, tentunya KAI tidak dapat bekerja sendiri dan harus bahu membahu dengan komponen mahasiswa lainnya seperti yang dulu-dulu pernah dilakukan bersama FSIKI, Forum Istiqomah, dan masih banyak lagi. Dari sinilah terlihat bahwa antara strategi kultural dan struktural tidak bertentangan tetapi komplementer. Berbeda dari strategi struktural yang cenderung jangka pendek, strategi kultural ini untuk sesuatu dalam jangka panjang. Dibutuhkan napas panjang dan keistiqomahan untuk bergerak di dalamnya. Masalah yang timbul selanjutnya adalah periode seseorang anggota KAI dapat intensif di dalam komunitas ini. 2 hingga 3 tahun yang merupakan jenjang intensif seseorang dalam komunitas bisa dirasa terlalu pendek jika tidak dilakukan pematangan rencana. Harus dibuat target-target yang berjangka 2 atau 3 tahun sekali sehingga terlihat tongkat estafet kepada juniornya. target 2 atau 3 tahun ini patut didukung oleh pencapaian-pencapaian jangka pendek (1 hingga 2 semester) untuk mendukung visi yang jauh kedepan, yaitu mandirinya keilmuan arsitektur Islam.


Kajian rutin Arsitektur Islam dengan pengampu Pak Andika Saputra S.T, M.T



Strategi Mobilitas Mahasiswa. Untuk melestarikan momentum yang telah tercipta, diperlukan strategi lain, yaitu SDM . KAI yang berisikan mahasiswa-mahasiswa muslim harus menyadari posisinya sebagai bagian dari mahasiswa, juga bagian dari umat. Kedepannya, KAI bersama dengan yang lainnya bahu membahu menciptakan knowledge society yang berdasarkan imtaq dan iptek yang turut serta dalam long march umat menuju masa depan kejayaan Islam. Dalam lingkup kecilnya, KAI yang berisi mahasiswa arsitektur sebagai representasi mahasiswa UMS harus mampu mengawal, pembangunan kampus contohnya, agar aspirasi mahasiswa dapat didengar oleh para pembuat kebijakan pembangunan kampus, yang cenderung satu arah. Memanfaatkan daya kritis teman-teman mahasiswa sebagai bagian dari mobilisasi. Dalam lingkup lebih luas, lingkup bernegara, KAI wajib turut serta mengawal agenda-agenda pembangunan negara agar sesuai dengan kaidah-kaidah arsitektural yang berasaskan keislaman. Strategi mobilitas mahasiswa ini memadukan antara kemampuan individu dengan usaha kolektif.


Sekali lagi, ketiga strategi di atas tidak berlaku mutually exclusive, tetapi komplementer. Saling melengkapi. Seringkali organisasi atau komunitas keilmuan gagal menyadari hambatan-hambatannya sehingga hanya bergerak dalam satu lingkup strategi sehingga berat yang dirasakan.

Dalam agenda-agendannya nanti, KAI yang berpayung dibawah Universitas Muhammadiyah Surakarta juga harus menggunakan etika profetik sebagaimana yang telah diinisiasi oleh kampus. Seperti kita tahu bersama, baru-baru ini banyajk dipasang plang berisikan etika profetik yang tentunya bertujuan agar etika profetik dapat menjadi dasar dari segala gerak civitas akademiknya. Humanisasi, liberasi, serta treansendensi adalah pokok dari etika profetik sebagaimana penafsiran Dr.Kuntowijoyo terhadap QS.Ali Imran ayat 110. Amar ma’ruf, nahiy munkar, tu’minuuna billah. KAI harus bergerak dengan berdasarkan ketiga etika profetik tersebut. Sekiranya bagaimana KAI tidak hanya bergerak pada level “abstrak”, tetapi juga level “konkret” seperti pendampingan masyarakat pinggir sungai yang termarjinalkan di Solo, pemberdayaan masyarakat sekitar kampus, dan aksi-aksi lainnya yang tentu saja membawa semangat profetik. Mengenai bagaimana menafsirkan arah gerak berdasarkan etika profetik, dirasa perlu meminta bantuan dari para guru dan pembimbing.

KAI yang juga masih berdiri di dalam lingkup Jurusan Arsitektur UMS diwajibkan untuk turut menyukseskan visi misi Jurusan seperti pengembangan Arsitektur Islam secara professional, ilmiah dan berkelanjutan di tingkat makro, meso dan mikro. KAI wajib menjaga hubungan baiknya dengan Jurusan. Harus meminimalisir friksi-friksi yang terjadi diantara keduanya. Membentuk mahasiswa yang beradab dalam tindakan sebagai salah satu tujuan KAI tentunya dapat terlihat ketika melakukan komunikasi dan koordinasi dengan para dosen. Karena sebelum mengislamisasi ilmu, diri ini yang diliputi oleh pandangan alam harus pula sudah ‘terislamkan’. Karena syarat untuk mencapai hikmah adalah pengetahuan yang benar (ilmu), tindakan yang benar (adab), dan keadaan yang benar (adil).

Cukup begitu kiranya, harapan-harapan saya sebagai anggota KAI cabang Bekasi :-p . Mohon maaf bila harapan-harapan ini dirasa begitu jauh mengawang-awang. Tetapi dengan melihat keseriusan dan kompetensi teman-teman yang masih intensif bergerak di KAI, saya yakin mimpi-mimpi ini dapat terwujud. Sekali lagi mohon maaf karena selama intens di KAI belum dapat berkontribusi banyak, dan sekarang ada jarak geografis yang memaksa kita tidak bisa seromantis dulu lagi. Sukses terus KAI, sukses terus mahasiswa muslim, sukses terus umat muslim Indonesia.

Jayalah umatku, jayalah negriku.  Cintailah ploduk-ploduk endonesah...
Akhirulkalam, wassalmualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

om... teloletnya om...
Powered by Blogger.

Followers