بِسْÙ…ِ اللَّÙ‡ِ الرَّØْÙ…َÙ†ِ الرَّØِيم
(Sumber gambar: https://abisyakir.files.wordpress.com/2010/11/pahlawan-bangsa.jpg)
Tanggal 10 November nanti, Bangsa
kita memperingatinya sebagai Hari Pahlawan. Dimana, yang pada tanggal 10
November 1945 terjadi peristiwa peperangan hebat di Kota Surabaya antara para
pejuang Indonesia yang dipimpin oleh Bung Tomo menghadapi pasukan Belanda. Peristiwa
ini merupakan pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional
Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Bangsa Indonesia terhadap
penjajahan.
“Bangsa yang besar adalah Bangsa
yang menghargai jasa pahlawannya”, ucap Bung Karno. Namun, mengapa Bangsa
Indonesia belum lagi mampu menjadi Bangsa yang Besar ? apa yang salah ?. Salah
satu yang menjadi permasalahan Bangsa ini adalah kesalahan dalam memposisikan
sejarahnya. Kita semua termasuk bagian dari Bangsa, bisa jadi kita salah pula
dalam menempatkan Sejarah. Ada 3 poin kesalahan yang sering kita lakukan
sebagai Bangsa Indonesia terhadap Sejarahnya:
Yang pertama, kita seringkali mempelajari
sejarah, tetapi tidak belajar dari
sejarah. Kita begitu menuntut untuk hafal tanggal, bulan, dan juga tahun
sebuah peristiwa, tetapi jarang dan bahkan seringkali lupa untuk mengambil
hikmah dibalik peristiwa kesejarahan tersebut. Mempelajari Sejarah memang
penting, tetapi tidak akan ada artinya bila kita tidak meneladani hikmah-hikmah
dibalik peristiwa kesejarahan tersebut. Bukan tidak mungkin kita akan jatuh di lubang
yang sama bila kita terus-terusan “hanya” mempelajari sejarah, jika hanya
menghafal tanggalan sebuah peristiwa, bukan malah belajar darinya. Kita
saksikan bagaimana para pelaku sejarah belajar dari sejarah para pendahulu,
mereka mengambil hikmahnya sehingga kegagalan dari para pendahulu tidak
terulang lagi serta mereka dapat menuliskan sejarah baru. Seyogianya kita yang
ingin memajukan Bangsa ini menjadi Bangsa yang hebat, besar, juga kuat betul-betul
bisa belajar dari sejarah.
Yang kedua, kita seringkali menjadikan sejarah hanya sebagai nostalgia belaka, bukannya menjadikan sejarah sebagai memori dan acuan untuk
belajar lebih darinya dan bagaimana sebagai cara untuk kita lebih mantap
berjalan ke depan. Sejarah seringkali hanya digunakan sebagai hiasan-hiasan
ruang, tema dari pesta yang dangkal, dan juga sebatas tema obrolan sendagurau
agar tak begitu hening saat berkumpul. Ketika Sejarah sebatas nostalgia, yang
didapatkan darinya hanya perasaan senang dan kegembiraan sesaat, hal ini tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemajuan Bangsa. Lebih baik kita
menempatkan Sejarah sebagai sebuah memori dan acuan sehingga membentuk sebuah
jalur yang telah diperhitungkan agar menjadi Bangsa yang hebat, besar, juga
kuat. Kita tak pernah kehilangan kemampuan akan hal ini, hanya seringkali kita
terlalu asik bernostalgia dengan sejarah sehingga lupa dimana seharusnya
sejarah itu diposisikan.
Yang ketiga, kita seringkali salah memahami cara “menghormati para
pahlawan”. “penghormatan” kita kepada para pahlawan hanya sebatas penyematan
bintang tanda jasa, pengunaan namanya sebagai nama jalan, mengukir namanya di
dinding sebuah museum, dan yang paling parah adalah sebatas mengenakan atribut
para pahlawan untuk sekedar bersenang-senang. Yang laki-laki bertelanjang dada,
yang perempuan bergagah-gagahan seperti pria mengenakan kumis atau jenggot lalu
berjalan juga seperti cara jalan pria. Jika saja para pahlawan ini masih hidup
dan melihat bagaimana kita “menghormatinya” dengan cara seperti itu, mereka
pasti sedih. Jika hanya sebatas nama jalan, ia akan begitu lalu dilupakan, tak
ada yang tergugah, mungkin hanya satu dua pemuda. Sikap-sikap penghormatan
diatas mungkin ada baiknya, namun akan sia-sia jika tidak timbul rasa ingin
meneladani para pahlawan. Meneladani pandangan hidup para pahlawan, yang tak mudah
goyah dengan godaan-godaan, yang tekadnya akan kemerdekaan begitu kuat, yang
rasa takutnya mungkin sudah hilang demi melawan kedzaliman, yang berani
berkorban jiwa raga dan harta benda demi kemaslahatan umat dan Bangsanya. Dengan
meneladani pandangan hidupnya, niscaya Bangsa Indonesia akan menjadi sebuah
Bangsa yang hebat, Bangsa yang besar, juga Bangsa yang kuat.
Pemuda bukan lah dia yang hanya mampu bersuara “Begitu hebat para pendahuluku, lihatlah hasilnya”, tetapi pemuda adalah dia yang dengan percaya diri berkata “Inilah aku, yang akan menciptakan sejarah baru”. Para pemuda yang kini telah menjadi pahlawan Bangsa juga telah menciptakan sejarah baru, membawa Bangsanya menjadi Bangsa yang merdeka. Kewajiban kita sebagai pemuda untuk dapat belajar dari sejarah, menjadikan sejarah sebagai memori dan acuan, juga menghormati dan meneladani para Pahlawan Bangsa. Karena pemuda adalah pahlawan Bangsa di masa mendatang. Yang menciptakan sejarah baru, yang membawa agamanya, Bangsanya, umat yang dipimpinnya menjadi satu kesatuan yang kokoh, hebat, besar, juga kuat. Mari kita isi 10 November, Hari Kepahlawanan ini dengan pertama-tama mendoakan para pahlawan yang telah sangat berjasa, lalu kita hormati dan meneladaninya. Semoga kita semua masih diberi umur panjang oleh Allah SWT agar dapat menuliskan sejarah baru dengan tinta emas. Demi Agama, Bangsa, juga Umat. MERDEKA !
Wallahu A’lam Bishawab.
Dikembangkan dari ceramah Sholat Jum'at oleh Ust.Tamim di Masjid Ma'had Abu Bakar As-Shiddiq Solo pada hari Jum'at (6/10)
Yahya Aditama. Surakarta, 26 Muharram 1437 Hijriah (08 November 2015 Masehi)