Pada
acara ILC (Indonesia Lawyers Club) edisi 16 Februari 2016 lalu yang mengangkat
tema “LGBT Marak, Apa Sikap Kita ?”. Mas Hartoyo (Aktivis Promotor LGBT) dan
bang Natalius Pigay (Komnas HAM mewakili aktivis Promotor LGBT) beberapa kali
menggunakan Sila ke-2 “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” sebagai senjata untuk
mempertahankan argumen yang mereka pegang. Menurut saya, mungkin yang ingin
mereka sambar adalah term “Adil”
(yang menurut definisi mereka adalah ‘kesetaraan’), namun sayang sekali dalam Sila
tersebut kata ‘Adil’ diikuti oleh kata ‘Adab’ yang tentu saja merupakan sebuah
kata yang (seharusnya :-p ) dihindari oleh mereka Aktivis Promotor LGBT. Saya
mencoba jabarkan secara ringkas kesalahan mereka krn menggunakan Sila ke-2
sebagai alat mempertahankan argument yang malah menjadi senjata makan tuan.
Menurut
yang saya pelajari, setiap Sila dari Pancasila merupakan nilai turunan dari
Sila sebelumnya. Sila ke-2 yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”
adalah konsekuensi dari pada Sila ke-1 “KeTuhanan Yang Maha Esa”. Konsekuensi
dari berkeTuhanan (bisa diartikan ‘beragama’) adalah menjadi manusia yang adil
dan beradab. Maka konsep Adil dan Adab disini merupakan konsep yang sebagaimana
Tuhan turunkan. Bukan lagi menggunakan konsep Adil dan Beretika hasil ciptaan
pemikir Barat.
Kata
Adil (yang oleh aktivis promotor LGBT gunakan) telah mengalami reduksi makna menjadi
sebatas ‘kesetaraan’ saja, padahal Adil digambarkan oleh Islam tidak sebatas
kesetaraan saja melainkan bisa diartikan sebagai “meletakkan sesuatu pada
tempatnya yang pantas”. Apakah mereka sudah menempatkan sesuatu pada tempatnya
yang pantas ? sudahkah mereka berprilaku adil ? apakah memaksakan pembelokkan
fitrah diri merupakan sebuah keadilan ? apakah memaksakan budaya barat pada
bangsa kita yang jelas berseberangan dgn paham barat adalah sebuah bentuk
keadilan ? saya rasa para Aktivis Promotor LGBT ini telah gagal menggunakan
konsep Adil.
Jika
yang Aktivis Promotor LGBT ini inginkan adalah kesetaraan dalam hak-hak
berkewarganegaraan, mereka telah mendapatkan itu, kami yang menolak LGBT tidak
menyarankan pemberangusan terhadap orang-orang yang mengidap LGBT ini, kita sadari bersama para pengidap
penyakit LGBT ini adalah manusia yang memiliki hak untuk hidup sebagaimana
manusia lainnya, ditambah berhak untuk SEMBUH dari apa yang sedang mereka idap,
yaitu hal yang menyalahi fitrahnya.
Adab
yang terdapat pada Sila ke-2 juga mengalami reduksi dan pergeseran makna ketika
para Aktivis Promotor LGBT ini gunakan. Standar ‘Adab’ yang mereka gunakan
adalah standar etika dan moral yang didapati dari paham Barat yang mana saat
ini kita ketahui bersama standar etika dan moral mereka mengalami kejatuhan
yang amat drastis, manusia dipandang tak jauh berbeda dengan binatang yang
sama-sama makhluk materiil. Padahal, konsep Adab yang terdapat pada sila ke-2
jelas jauh berbeda dengan pandangan Barat tersebut, konsep Adab disini jelas
sejalan dengan konsep Islam tentang Adab. Singkatnya Adab adalah kecenderungan
manusia kepada perbuatan yang terpuji yang tidak bertentangan terhadap tabiat
semesta (fitrah) yang membuatnya menjadi makhluk yang bermartabat. Dengan definisi
di atas, jelaslah betapa tidak beradabnya kelompok aktivis promotor LGBT ini. Mereka
telah jela-jelas mendukung penentangan terhadap tabiat semesta (fitrah),
menumbuh suburkan pertentangan fitrah tersebut, belum lagi perilaku mereka yang
mulai menyerang para pelajar untuk mereka doktrin dan tularkan paham LGBT ini.
~~~~~~~~~~
Bisa
dikatakan, kelompok Aktivis Promotor LGBT ini adalah salah satu kelompok yang tidak
Pancasilais. Jelas mereka tidak berkeTuhanan Yang Maha Esa, mereka melawan fitrah
langit, mendekonstruksi agama & semena-mena memperlakukan Kitab Suci. Jelas
mereka tidak menerapkan konsep Adil dan Beradab sebagaimana telah dijabarkan
diatas. Jelas mereka membahayakan bagi persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia.
Mereka juga enggan dipimpin menuju hikmat kebijaksanaan, menolak bahkan
mengajukan keberatan terhadap para wakil rakyat yang dalam hal ini bertindak
benar dalam penanganan LGBT. Jelas kelompok ini tidak menghendaki keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, ketika anak-anak dan para pelajar yang
semantasnya mendapatkan pemahaman tentang seksualitas yang baik, malah diracuni
dengan berbagai cara.
Terhadap
pengidap LGBT, kami tidak ada kenginan untuk mendzaliminya, kami ketahui
bersama bahwa para pengidap LGBT ini adalah juga manusia namun dengan kondisi
orientasi seksualnya yang masih terjangkit penyakit. Malah, kami adalah yang
paling mencintai orang-orang pengidap LGBT ini, sebagai bukti kami membantu
konseling untuk penyembuhan penyakit ini, melakukan pendampingan yang benar
dengan tidak menafikan unsur spiritual, dan tujuan kami mengembalikan pengidap
LGBT ini kepada fitrahnya sebagaimana orang sehat pada umunya.
Coba
kita menengok kelompok Aktivis Promotor LGBT yang (katanya) didasari rasa cinta
kasih terhadap pengidap LGBT. Para pengidap diberikan konseling yang salah,
bukannya menyembuhkan malah membuat pengidapnya ‘merasa’ bukan lagi seorang
yang sakit, ini bukan berarti sembuh, malah kebalikannya, sakit tapi tidak
merasa sakit. Katanya meraka cinta terhadap penerus bangsa dengan melakukan promosi-promosi
LGBT, dimana bentuk kecintaannya jika mereka malah meracuni generasi muda ? ini
sungguh sebuah kedzaliman yang nyata.
Ditulis oleh Yahya Aditama di Bekasi