Kembali Ke Masjid, Untuk Persatuan Ummat



Masjid Al-Hidayah, Blok B, Perumahan Papan Mas, Tambun, Bekasi. Sudah berpuluh-puluh tahun lamanya ia mempersatukkan ummat serta membentenginya. Sudah berpulu-puluh tahun kami bersatu walaupun dengan sedikit pembeda.

Ada Imam sholat kami yang membaca Bismillah secara jahr, maupun sir.

Ada Imam kami yang menggunakan Doa Qunut saat Sholat Subuh, ada yang tidak.

Ada yang menggerak-gerakkan telunjuknya saat tahiyatul , ada pula yang dengan khusyuknya tetap menjaga telunjuknya untuk lurus dan diam.

Ada yang merapatkan tumit nya, ada pula yang nyaman dengan berjarak.

Ada yang berpakaian menggunakan gamis, ada yang menggunakan sarung.

Ada yang berpakaian baju koko, ada pula yang menggunakan batik,. Dan terkadang dengan seragam klub Bola kebanggaan atau ‘kaos partainya’.

Ada yang menggunakan kopiah, ada pula yang menggunakan sorban.

Ada yang merawat jenggotnya hingga lebat, ada yang memilih untuk tak berjenggot dan tak berkumis.

Ada yang bercelana ‘ngatung’, terkadang ada yang bercelana ‘pensil’.

Ada yang menggunakan Sajadah, ada yang lebih nyaman bersentuhan dengan keramik masjid yang dingin,. terkadang yang membawa sajadah dibentangkannya hingga dapat digunakan untuk 2-3 orang sekaligus.

Ada yang segera memberikan jabat tangan setelah salam, ada yang khusyuk dengan dzikir nya, Tetapi tak ada yang mengabaikan sodoran jabat tangan…

Sedikit beda, tetapi tidak serta merta segolongan dari kami membangun Masjid untuk golongannya sendiri…

Guru SD satu jama’ah sholat fardhu dengan muridnya. Terkadang, si tukang ojek bersebelahan dengan langganannya. Sang Direktur pun satu shaf dengan karyawan.

Terkadang, kami berdebat tentang beberapa hal, namun dapat dimaklumi.

Tapi kami bersepakat tentang hal pasti,

Bahwa tiada Tuhan selain Allah,
Dan Muhammad adalah utusan Allah,
Bahwa Nabi terakhir adalah Nabi Muhammad SAW, bukan Ahmad Mussadeq, bukan juga Lia Eden.
Bahwa Al-Quran adalah Wahyu Allah, bukan syair karangan orang arab.
Bahwa Kiblat masjid menghadap kearah Ka’bah, bukan kearah Warung Makan Mbok Giyem.
Bahwa dua adalah jumlah rakaat sholat Subuh, bukan tiga, apalagi lima.

Bahwa bisa saja kami menjadi sekular, agama kami tinggal selepas batas suci.
Tapi, kami memilih Masjid menjadi pusat kebudayaan, memperindah kehidupan bertetangga, berasaskan Islam.

Walaupun kubah Masjid kami tak bersepuh emas 24 karat.
Walaupun luas Masjid kami tak berpuluh-puluh hektar.
Kami mencintai masjid ini, Masjid Al-Hidayah, yang mempersatukan ummat.

Kami sengaja menulis ini untuk pamer, agar kalian iri, supaya kalian meniru. Kami rindu Ummat Muslim bersatu.

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu karena nikmat Allah, menjadilah kamu orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. [Ali Imrân/3:103]

Bekasi, 10 Dzulhijjah 1436 Hijriah.

Powered by Blogger.

Followers